Konsep Penatalaksanaan Keracunan

Konsep Penatalaksanaan Keracunan - Setiap kejadian yang menunjukkan kelaina multisistem dengan penyebab yang tidak jelas harus dicurigai kemungkinan keracunan. misalnya bila ditemukan penurunan tingkat kesadaran mendadak, gangguan napas, manifestasi berat pada pasien psikiatri, sakit dada pada anak remaja, aritmia yang mengancam nyawa, atau gejala klinis pada pekerja dengan lingkungan kerja yang mengandung bahan kimia, asidosis metabolik yang sukar dicari penyebabnya, tingkah laku aneh, atau pun kelainan neurologis dengan penyebab yang sukar diketahui.

Manifestasi Klinis

Ciri-ciri keracunan umumnya tidak khas dan dipengaruhi oleh cara pemberian, apakah melalui kulit, mata, paru, lambung, atau suntikan, karena hal ini mungkin mengubah tidak hanya kecepatan absorpsi dan distribusi suatu bahan toksik, tetapi juga jenis dan kecepatan metabolismenya. Pertimbangan lain meliputi perbedaan respons jaringan.

Hanya beberapa racun yang menimbulkan gambaran khas seperti adanya bau gas batu bara ( saat ini jarang ), pupil sangat kecil ( pinpoint ), muntah, depresi dan hilangnya pernapasan pada keracunan akut morfin dan alkaloidnya. Pupil pinpoint merupakan satu-satunya tanda, karena pupil biasanya berdilatasi pada psien keracunan akut. Kecuali pada pasien yang sangat rendah tingkat kesadarannya, pupilnya mungkin menyempit tetapi tidak sampai berukuran pinpoint.

Kulit muka merah, banyak berkeringat, tinitus, tuli, takikardi, dan hiperventilasi sangat mengarah pada keracunan salisilat akut ( aspirin ).

Luka bakar berwarna putih pucat pada mukosa mulut dan luka bakar keabu-abuan pada bibir dan dagu menunjukkan pasien telah minum bahan kaustik atau korosif; dan bau lisol adalah ciri khas intoksikasi derivat fenol.

Ditemukannya bula pada kulit pasien yang tidak sadarkan diri, terutama pada daerah kulit yang eritema, sangat mengarah pada dosis barbiturat berlebih sebagai penyebab koma. Frekuensi terjadinya lesi-lesi ini sampai 6%, terutama bila menggunakan preparat-preparat barbiturat dengan masa kerja sedang. Lesi ini paling sering ditemukan pada lipatan di antara dua permukaan kulit yang mengalami tekanan, seperti celah antar jari dan bagian dalam lipatan lutut. Lesi jarang timbul pada daerah dengan tekanan maksimum. Bila dijumpai, biasanya terjadi pada keracunan akut lain, terutama glutetimid, anti depresan trisiklik, metakualon, meprobamat, dan karbonmonoksida.

Penting pula diperiksa adanya tanda-tanda tusukan jarum suntik terutama di punggung tangan, fosa kubiti, lengan bawah, dan dibagian dalam betis serta pleksus vena rektum, vagi*na, dan sublingual. Luka-luka tusuk ini sering disertai infeksi.

Ciri lain adalah mainlining, terutama pada penggunaan metakulaon dan barbiturat, berupa ulkus dangkal di vena superfisial karena tercecernya obat ke dalam jaringan subkutan. Kombinasi hipertonik, refleks ekstremitas yang meningkat, sering disertai dengan klonus, respons ekstensor, dan mioklonik di samping menurunnya kesadaran menyokong diagnosis keracunan Mandrax ( difenhidramin dan metakualon ).

Hilangnya kesadaran dengan pupil berdilatasi lebar, distensi vesika urinaria, bisng usus negatif, aritmia jantung dan gejala traktus piramidalis sering merupakan akibat dosis berlebih obat anti depresan trisiklik.

Riwayat menurunya kesadaran yang jelas dan cepat, disertai dengan gangguan pernapasan dan kadang-kadang henti jantung pada orang muda sering dihubungkan dengan keracunan akut dekstropropoksifen, terutama bila digunakan bersama alkohol.

Anak remaja, yang menunjukkan ciri-ciri yang mengarah pada intoksikasi alkohol tetapi dengan napas yang berbau pelarut seperti aseton atau toluen, harus dicurigai telah melakukan solvent sniffing, biasanya karena menghirup perekat buatan pabrik.

Untuk zat aditif, gejala terdiri dari dua kelompok besar yakni :

  1. Kelompok Sindrom simpatomimetik : Gejala yang sering ditemukan adalah delusi, paranoid, takikardi, hipertensi, hiperpireksia, keringat banyak, midriasis, hiperefleksi, kejang ( pada kasus berat ), hipotensi ( pada kasus berat ), dan aritmia ( pada kasus berat ). Obat dengan gejala tersebut adalah : amfetamin, MDMA dan derivatnya, Kokain, Dekongestan, Intoksikasi teofilin, intoksikasi kafein.
  2. Golongan Opiat ( Morfin, petidin, heroin, kodein ) dan sedatif : tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah koma, depresi napas, miosis, hipotensi, bradikardi, hipotermia, edema paru, bising usus menurun, hiporefleksi, dan kejang ( pada kasus yang berat ). Pada kelompok ini dimasukkan beberapa obat diantaranya : Narkotika, barbiturat, benzodiazepin, meprebamat, etanol.

Pemeriksaan Penunjang

Satu-satunya diagnosis pasti keracunan diperoleh melalui anlaisis laboratorium. Bahan analisis dapat berasal dari bahan cairan, cairan lambung, atau urin. Pemeriksaan penyaring yang cepat dan sederhana menggunakan  kromatografi lapisan tipis dapat dilakukan pada 90% keracunan umum yang terjadi.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan kasus keracunan adalah sebagai berikut :
  1. Penatalaksanaan Kegawatan : Setiap keracunan dapat mengancam nyawa. Walaupun tidak dijumpai adanya kegawatan, setiap kasus keracunan harus diperlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital seperti jalan napas, sirkulasi, dan penurunan kesadaran harus dilakukan secara cepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi yang meliputi ABC tidak terhambat dimulai.
  2. Penilaian Klinis : Penatalaksanaan keracuna harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil penapisan toksikologi. walaupun dalam sebagian kasus, diagnosis etiologi sulit ditegakkan, dengan penilaian dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditemukan beberapa kelompok kelainan yang memberi arah kepada diagnosis etiologi. Oleh karena itu, pada kasus keracunan, bukan hasil laboratorium toksikologi saja yang harus diperhatikan, standar pemeriksaan kasus di tiap rumah sakit juga perlu dibuat untuk memudahkan penanganan tepat guna. Beberapa keadaan klinis yang perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa ialah, koma, kejang, henti jantung, henti napas, dan syok. Upaya yang paling penting dalam anamnesis atau aloanamnesis yang rinci. Beberapa pegangan anamnesis yang penting dalam upaya mengatasi keracunan adalah : Kumpulkan informasi selengkapnya tentang obat yang digunakan, termasuk yang sering dipakai. Kumpulkan informasi dari anggota keluarga, teman, petugas tentang obat yang digunakan. tanyakan dan simpan sisa obat dan muntahan yang masih ada untuk pemeriksaan toksikologi. Tanyakan riwayat alergi obat atau syok anafilaktik. Pada pemeriksaan fisik diupayakan untuk menemukan tanda/kelainan fungsi autonom ( sindrom autonom ), yaitu pemeriksaan tekanan darah, nadi, ukuran pupil, keringat, air liur, dan aktivitas peristaltik usus. Misalnya, pada gejala simpatis akan ditemukan delirium, paranoid, takikardi, hipertensi, hiperpireksia, diaforesis, midriasis, hiperrefleksi, aritmia, dan kejang. Umumnya keadaan ini sering ditemukan pada keracunan kokain dan afetamin serta derivatnya. Efek utama obat hinotik sedatif dan psikotropik, sebagai penyebab terbanyak kejadian keracunan, adalah pada sistem saraf pusat dengan akibat penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian efek toksik langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, san sebagian lagi karena depresi pusat kardiovaskuler di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena danya depresi sitem saraf pusat dan hipotermia. Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan hipoksia.
  3. Dekontaminasi : Umumnya bahan kimia tertentu dapat dengan cepat diserap melalui kulit sehingga dekontaminasi permukaan sangat diperlukan. Disamping itu, dilakukan dekontaminasi saluran cerna agar bahan yang tertelan hanya sedikit diabsorbsi. Biasanya diberikan arang aktif, pencahar, obat stimulasi muntah, dan bilas lambung. Induksi muntah atau bilas lambung tidak boleh dilakukan pada keracuna parafin, minyak tanah, dan hasil sulingan minyak mentah lainnya. Muntah hanya boleh dibangkitkan bila pasien sadar dan berbaring pada sisi tubuhnya dengan kepala agak direndahkan. Cara yang masih terbukti sangat efektif untuk induksi adalah melalui stimulasi faring dengan memasukkan jari atau tangkai sendok. Penggunaan larutan garam berbahaya dan tidak efektif. Bermacam-macam obat, termasuk apomorfin, beberapa preparat tembaga dan sirop ipekak, telah dianjurkan, terutama untuk anak-anak. Apomorfin dapat menyebabkan muntah yang berlarut-larut dan syok sehingga sebaiknya dihindari. Bila zat yang ditelan sangat berbahaya, mungkin masih diperlukan bilas lambung. Pada anak-anak, sirop ipekakkadalah satu-satunya obat yang diperlukan dan merupakan obat terpilih. Aspirasi dan bilas lambung tidak dianjurkan dilakukan di luar rumah sakit. Prosedur ini hanya boleh dilakukan bila pasien memiliki refleks batuk yang memadai, kesadaran menurun sedikit, dan racun baru tertelan dalam 4 jam. Keculai dalam kasus keracunan salisilat di mana lambung psien harus dibersihkan kapanpun juga, atau keracunan salisilat di mana lambung pasien harus dibersihkan kapanpun juga , atau keracunan antidepresan trisiklik yang masih diperbolehkan terlambat sampai 8 jam, atau mungkin pada pasien sakit berat yang kesadarannya sangat menurun dan telah diintubasi, serta pada pasien yang kegiatan gastrointestinalnya sangat melambat. yang diperlukan untuk bilas lambung adalah air hangat, kecuali untuk bayi kecil, di mana harus digunakan larutan garam fisiologis. Bila pasien diperiksa segera setelah menelan racun, norit ( karbon aktif ) yang diberikan peroral mungkin efektif dalam mengurangi beratnya keracunan. Ini terutama berlaku untuk keracunan aspirin akut, barbiturat, glutetimid, propoksifen, etklorvinol, dan minyak tanah. Kolestiramin oral juga telah terbukti mengurangi absorbsi parasetamol. Upaya lain untuk mengeluarkan bahan/obat adalah dengan dialisis, tapi kadang-kadang peralatannya tidak tersedia di rumah sakit, sehingga sebagai tindakan pengganti dapat dicuba dengan pemberian diuretik.
  4. Pemberian Antidot/Penawar : Tidak semua racun ada penawarnya sehingga prinsip utama adalah mengatasi keadaan sesuai dengan besarnya masalah. Prinsip ini sangat diperlukan karena antidot belum tentu tersedia setiap saat.
  5. Terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi : terapi suportif, konsultasi, dan rehabilitasi medik harus dilihat secara holistik dan efektif dalam biaya, disesuaikan dengan kondisi tiap pelayanan kesehatan.
  6. Observasi dan konsultasi.
  7. Rehabilitasi

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel